SEPENGGAL ANGAN YANG TERPUTUS
Oleh : Siti Ngudiyati
“Tak pernah
terfikir olehku tak sedikitpun ku bayangkan kau akan pergi tinggalkanku
sendiri. Begitu sulit ku bayangkan begitu sakit ku rasakan kau akan pergi
tinggalkan ku sendiri”
Sepenggal
syair lagu yang begitu menyayat hati seorang perempuan. Sepenggal lagu yang
begitu mengingatkan ia akan hal yang pernah dialaminya. Sakit telah ia rasakan.
Lelah menunggu yang tiada arti. Semua pengorbanan dan penantian yang sia-sia.
“How’s
your day?” kalimat yang langsung ia kirimkan lewat chat yang tak lama,
balasan pun muncul.
“Good,
kamu?” balas lelaki itu.
“Sepi.” Ucap si perempuan.
“Sabar ya sayang.” Balas lelaki itu
lagi dengan cepatnya.
“Pengen tidur tapi nggak bisa. Harus
kerja.” Balas si perempuan.
“Iya, kerja dulu gih. Kalau sibuk
waktu kan nggak kerasa.” Ucap si lelaki seraya menenangkan perempuannya.
“Nggak ngaruh juga. Ei, kalau kita
lagi nunggu sesuatu, waktu jalannya jadi kayak siput.” Balas si perempuan.
Ia meninggalkan
laptop yang dibiarkannya terus menyala. Ia berangkat kerja dengan hati yang
sepi. Pikiran yang kalut yang sedang menunggu kepulangan kekasihnya. Ia bekerja
sebagai penyanyi sekaligus gitaris disebuah kafe tak jauh dari tempat
tinggalnya.
“Kini dirimu yang selalu bertahta di benakku. Dan
aku kan mengiri bersama disetiap langkahku. Percayalah hanya diriku paling
mengerti kegelisahan jiwamu kasih dan arti kata kecewamu kasih yakinlah hanya
diriku paling memahami besar arti kejujuran diri. Indah sanubarimu kasih.
Percayalah”
Lagu favoritnya
yang paling sering ia lantunkan untuk mengingatkannya kepada lelakinya. Ia
begitu meresapi lagu tersebut. Membawakannya dengan sepenuh jiwa. Membuat
siapapun yang mendengarnya larut dalam kesedihan dan penantian yang sedang ia
rasakan. 1 tahun memang bukanlah waktu yang terlalu lama. Namun cinta kadang
dapat membuat 1 hari serasa sebulan.
Hari
itu matahari bersinar menyibak jubah hitam kelam. Kriiiinnnnggg suara jam weker
berbunyi tepat pukul 06.00 WIB. Terkaget ia langsung bangun dari
peristirahatannya yang begitu nyaman. Menuju meja dengan sebuah laptop menyala
24 jam non-stop di atasnya.
“Morning
honey...” sapa perempuan kesepian itu.
“Morning
my sunshine..” balas lelaki itu dengan cepatnya.
“Udah mau berangkat?” tanya sang
perempuan.
“Iya...” jawab si lelaki.
“Semangat kerjanya ya sayang. Aku
do’ain selesainya cepet.” Balas si perempuan dengan penuh harap.
“Siap NYONYA!!” ucap lelaki itu
seolah oenuh semangat.
“I
miss you.” Ungkap perempuan itu.
Hari
ini semangatnya terasa terbakar. Berkobar penuh api yang begitu panasnya. Iya,
hari ini menjadi hari kerja penentuan lelaki yang dinantinya. Jika lelakinya
bisa menyelesaikan tugasnya hari ini, maka semakin cepat pula kepulangannya
menjemput pujaan hatinya yang tengah dilanda kesepian dalam cinta yang
bergejolak sangat hebat. Setianya yang tak perlu di uji lagi.
Segera
ia keluarkan sepeda yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi. Dikayuhnya
sepeda itu dengan penuh semangat dan senyum riang. Hari ini adalah jadwalnya
untuk mempersiapkan segala keperluan demi menyambut pujaan hatinya. Dibelinya
beberapa baju terusan yang anggun dan cantik. Ia pun telah memesan kafe -dimana
ia bekerja- untuk dikosongkan besok malam. Iya, dia pesan tempat itu untuk
memberikan kejutan kepada kekasih tercintanya.
Keperluan
sudah diurus semua. Kini ia kayuh sepedanya dengan kecepatan lebih tinggi. Ia
sudah tak sabar menanti datangnya esok hari. Hari dimana penantiannya terbayar.
Hari dimana akan ia habiskan bersama kekasih hatinya. Sudah terbayang bagaimana
hari esok akan menjadi hari yang panjang dan penuh dengan suka cita dan tawa
riang mereka.
Sesampainya
di rumah, ia segera mencoba satu persatu baju yang ia beli. Ia membeli 3 potong
baju yang akan dipilihnya kembali untuk dikenakan esok hari. Dan akhirnya
pilihannya jatuh kepada terusan rok selutut polkadot warna coklat dengan
kerutan di pinggang. Ia akan mengenakannya perdana dihadapan kekasihnya. Tak
sabar rasanya ingin jumpa.
“Gimana?” ucap perempuan itu memulai
chat yang masih kosong. Hatinya begitu berharap kabar baik hari itu.
“Kamu maunya gimana?” balas lelaki
itu yang balik bertanya.
“Kasih aku kabar baik ya.” Ucap si
perempuan.
“SUDAH SELESAI SEMUANYA!” jawab
lelaki itu seolah gembira memberikan kabar yang memang telah diharapkan perempuannya.
“Serius selesai? Semuanya?” tanya si
perempuan setengah tidak percaya.
“Iya, semuanya udah beres sayang.”
Ucap lelaki itu.
“Makasih ya sayang kamu masih tetep
disana nungguin aku.”ucap lelaki itu lagi.
Seluruh
sudut ruang yang penuh dengan bingkai foto mereka berdua seolah menandakan
seberapa besar kasih sayangnya terhadap sang lelaki. Tak henti-hentinya ia
memandangi foto-foto itu satu persatu. Mengamatinya dengan penuh cinta. Tak
terasa waktu yang telah ia nanti selama setahun ini akan berakhir.
Kriiiiinnnnngggg
jam weker pagi berbunyi membangunkannya dari tidur lelapnya. Segera ia bergegas
mempersiapkan diri. Tampil begitu anggun dan mempesona dengan harapan membuat
lelakinya merasa senang memilikinya. Tak mau berlama-lama, segera ia kayuh
sepedanya menuju gang depan rumah tempat dimana kekasihnya telah menunggunya.
Tibalah pertemuan haru itu. Mereka berpelukan tanpa peduli keadaan sekitar.
Rindunya seperti burung yang terlepas dari sangkar. Begitu riang dan bahagia.
Ia
mengayuh sepeda bersama kekasihnya sepanjang jalan yang dihiasi dengan hamparan
padi yang mulai menguning. Begitu banyak percakapan yang terjadi. Jalan itu
menjadi penuh dengan tawa riang mereka. Akhirnya mereka sampai di tujuan
pertama yaitu tanah lapang. Mereka memainkan layang-layang disana. Keduanya
begitu kompak menjaga layangannya agar tak terjatuh.
“Ayo tarik lagi.” Seru sang lelaki.
“Iya sabar dong nanti terlalu tinggi
malah nyangkut lagi.” Ucap si perempuan.
“Awas ati-ati itu mau jatuh. Awas
awas.” Seru lelaki itu sekali lagi.
Memainkan
layangan itu begitu menguras tertawaan mereka berdua. Apalagi dengan cuaca
cerah berawan dan berhembus angin sepoi-sepoi yang cocok sekali untuk
mengudarakan layangan. Setelah hari menjelang petang, mereka melanjutkan
perjalanan mereka ke pantai tak jauh dari tanah lapang tersebut. Pantai itu
masih sepi dan mempesona. Pasir putih yang terhampar sepanjang pantai membuat
suasana semakin romantis untuk mereka berdua. Ditambah dengan tenggelamnya
matahari yang seolah menuntun mereka untuk ikut tenggelam. Bukan tenggelam ke
dalam lautan, tetapi tenggelam ke dalam bahtera cinta yang lebih dalam dan
mengikat. Mereka duduk berdua disamping sepeda mereka bersama menyaksikan sang
fajar bersembunyi dibalik birunya lautan.
“Hei..” kata perempuan itu
tiba-tiba.
“Apa sayang?” jawab lelaki yang
duduk disampingnya itu.
“Jangan pergi lagi ya?!” pinta
perempuan itu yang sedari tadi memandang raut wajah kekasihnya. Lelaki itu tak
berkata apapun. Ia menjawab dengan mengajak wanita itu menyandarkan kepala di
bahunya seraya dipeluknya. Sungguh, ini adalah jawaban termanis dari seorang
lelaki. Tindakan yang lebih bermakna dan menenangkan hati kekasihnya yang
ketakutan akan penantian yang mungkin akan ia alami lagi.
Tiba
waktunya ia memberikan kejutan istimewanya dihadapan kekasihnya. Ia membawa
lelakinya itu ke tempat dimana ia bekerja. Tempat dimana ia mencurahkan isi
hatinya lewat lantunan syair yang ia nyanyikan.
“Kamu duduk disini dulu ya.” Pinta
perempuan itu.
“Iya sayang.” Jawab lelaki itu.
“Aku
akan tepatin janjiku buat kasih kejutan buat kamu. Tunggu sebentar ya.” Ucap
perempuan itu yang langsung berjalan kedepan dan naik ke atas panggung mini
tempat dimana ia selalu berdiri setiap sore.
“Di kala hati resah seribu ragu datang kepadaku.
Rindu semakin menyerang, kalaulah aku dapat membaca pikiranmu dengna sayap
pengharapanku ingin terbang jauh. Biar awan pun gelisah, daun-daun jatuh
berguguran. Namun cintamu kasih terbit laksana bintang yang bersinar terang
menerangi jiwaku”
Lagu yang ia nyanyikan dengan petikan
gitar yang begitu syahdu dan membuat suasana malam itu begitu romantis.
Namun
ia sadar. Hal itu tak pernah terjadi. Hari itu tak pernah ada. Hari dimana
seharusnya ia bahagia. Hari dimana ia melepaskan rindu-rindunya dari
sangkarnya. Hari dimana ia seharusnya bersama kekasihnya. Hari yang selama ini
selalu ia nanti-nantikan. Hari yang selalu ia tunggu dengan penuh harap dalam
kesepian. Semuanya hancur. Semuanya gagal. Semuanya hanya menjadi angan yang
terputus. Semuanya hanya menjadi tumpukan emosi yang tak bisa diungkapkan.
Semuanya. Semua rencana yang telah ia susun rapi. Raga yang telah ia tata
sedemikian rupa demi untuk menyambut kekasihnya. Jiwa yang telah
dipersiapkannya untuk tertawa riang bahagia. Bermain dan bercanda bersamanya.
Ia menangis. Tak sedetikpun ia diberi kesempatan merasakan hal itu. Ia melihat
angan-angannya menjadi ia yang hanya sendiri. Kembali sepi. Tanpa ada lelaki
yang dicintainya.
Di
dalam kamar, ia bongkar seluruh isi tempat sampahnya. Ia cari-cari koran harian
terbitan hari itu. Hari dimana seharusnya ia gembira. Hari dimana kecelakaan
itu terjadi pula. Ya, pagi-pagi buta surat kabar telah menghantar bom
kepadanya. Pesawat yang ditumpangi kekasihnya mengalami kecelakaan dan
diberitakan tak ada satupun orang yang selamat. Itu berarti kekasih yang
dinanti kepulangannya selama ini bukanlah kembali pulang kepadanya, namun
kembali pulang kepada Tuhan. Yang dimaksudnya adalah pulang untuk
selama-lamanya. Pulang ke kehidupan abadinya. Lalu apa bayaran penantiannya selama
ini? Apakah setia begitu mahal harganya? Tak hentinya ia menangis, melamun
meratapi nasibnya. Nasib kekasihnya.
Nasib percintaan mereka. Kekasihnya membawa cintanya bukan untuk ke pelaminan
melainkan bersamanya ke kehidupan kekalnyasecepat ini. Ia tak bisa berbuat
apa-apa. Takdir yang telah membatasi rencana manusia. Kini yang ada hanya
kehidupannya yang kembali seperti biasa. Sepi. Datar.
Comments
Post a Comment
Terimakasih telah membaca. komentar Anda sangat bermanfaat untuk penigkatan kualitas blog ini